Kamis, 30 Juni 2011

Analisis Usahatani Agribisnis



BAHAN AJAR



KELAYAKAN USAHA AGRIBISNIS








PESERTA TOT ANGKATAN  I


























KELAYAKAN USAHA AGRIBISNIS


A.     Pengertian dan Tujuan Analisis Kelayakan Usaha
Suatu jenis usaha dalam hal ini akan dinilai apakah pantas atau layak dilaksanakan didasarkan kepada beberapa kriteria tertentu yang ada.  Layak bagi suatu usaha  artinya  menguntungkan dari berbagai aspek.
Analisis kelayakan usaha agribinis adalah upaya untuk mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis usaha, dengan melihat beberapa parameter atau kriteria kelayakan tertentu.  Dengan demikian suatu usaha dikatakan layak kalau keuntungan yang diperoleh dapat menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya yang langsung maupun yang tidak langsung.
Kelayakan, merupakan kata kunci yang harus dipegang oleh para pengelola lembaga keuangan dan merupakan kriteria yang paling pokok dalam membiayai suatu jenis usaha.  Jadi, jangan sampai terjadi suatu pembiayaan diluncurkan tanpa ada analisis kelayakan. Maka dari itu, jika suatu usaha tidak layak, khususnya ditinjau dan segi ekonomi tetapi tetap dibiayai, maka resiko yang akan timbul adalah kemacetan usaha akibat dari kerugian. Bila modal usaha merupakan pinjaman dari suatu lembaga keuangan, maka akan terjadi kemacetan atau tunggakan pengembalian.   Atas dasar itulah, maka kemampuan menilai kelayakan suatu usaha bagi pengelola usaha dan atau pengelola Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan kemampuan yang sangat pokok dan sangat menentukan bagi kelangsungan dan perkembangan usaha agribisnis dan bagi suatu LKM itu sendiri.
Dari uraian singkat di atas dapat dimengerti bahwa analisis kelayakan usaha sangat penting dilakukan oleh pelaku usaha (produsen) dengan tujuan untuk :
1.  Menetapkan rencana usaha dari segi lokasi usaha, skala atau volume usaha, jumlah kebutuhan modal dan sarana usaha, teknologi dan segi pemasaran.
2.  Menetapkan strategi pengelolaan usaha yang berorientasi kepada keuntungan dengan memperhitungkan resiko atau hambatan yang dihadapi dalam proses produksi, sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk menghindari kerugian.
Sedangkan bagi pengelola LKM, analisis kelayakan usaha bertujuan lebih kepada proses persetujuan dan realisasi pinjaman pembiayaan anggota sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku.



B.    Aspek-aspek Analisis Kelayakan Usaha
Dalam melakukan analisis kelayakan suatu usaha agribisnis, ada banyak aspek yang perlu dianalisis. Jenis aspek apa saja dan seberapa dalam atau detail tingkat analisis,  tergantung pada kebutuhan yang berkaitan dengan bidaang usaha. Semakin besar dan komplek suatu usaha maka aspek analisis kelayakan usaha jua semakin luas dan komplek.  Secara garis besar aspek analisis kelayakan usaha dikelompokan kedalam 3 (tiga) aspek, yaitu :
1.  Aspek teknis, yang menganalisis unsur teknologi dan cara (prosedur) suatu usaha dilaksanakan.  Misalnya, secara taknis suatu usaha dapat dilakukan oleh pelaku karena telah tersedianya dan dikuasainya teknologi yang diperlukan.
2.  Aspek ekonomi, yang menganalisis unsur keuangan dan perekonomian serta perdagangan.  Orientasi analisis ekonomi yaitu keuntungan finansial yang akan diperoleh suatu usaha.
3.  Aspek sosial budaya, yang membahas unsur adat istiadat, sosial dan budaya masyarakat yang langsung maupun tidak langsung terkait dengan suatu usaha.  Misalnya suatu usaha tidak bertentangan dengan adat istiadat dan sosia-budaya masyarakat.
Namun demikian sesuai dengan keperluan baik pada pihak pelaku usaha (produsen) maupun pihak pengelola LKM, maka aspek dan kriteria kelayakan usaha dapat dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan ketajaman dan keakuratan analisis kelayakan usaha, sehingga dapat menghindari resiko usaha yang membawa dampak kepada tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis.  Pengembangan kriteria analisis kelayakan usaha meliputi :
1.  Aspek pasar
Analisis aspek pasar meliputi analisi terhadap penawaran-permintaan (analisis supplay-demand) suatu produk atau barang dan sistem pasar.
2.  Aspek ekonomi dan keuanganAnalisis kelayakan dari segi ekonomi dan keuangan meliputi penilaian seperti terhadap tingkat resiko, tingkat keuntungan, modal kerja dengan parameter yang biasa dipakai, seperti :

a.  B/C ratio, yaitu perbandingan antara keuntungan dengan biaya usaha.

b.  R/C ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan dengan biaya usaha.

c.   Titik Pulang Pokok (Break Event Point/BEP), yaitu kondisi dimana suatu usaha tidak menghasilkan keuntungan maupun tidak menderita kerugian.

d.  Parameter lain sesuai dengan kebutuhan seperti Payback Period, Return of Investmen (ROI), dll.


3.  Aspek budaya dan mentalitas

Analisis terhadap budaya dan mentalitas meliputi penilaian terhadap : kejujuran, tahan uji, keinginan untuk terus berkembang, tekun, suka menabung, pengalaman, keadaan rumah tangga, gaya hidupnya, kebiasaan dan sikapnya terhadap uang, dll.

4.  Aspek teknis

Analisis aspek teknis diantaranya meliputi penilaian terhadap pengalaman dan penguasaan teknologi, ketersediaan teknologi, dan akses terhadap teknologi.



5.  Aspek yuridis (hukum)

Analisis aspek yuridis meliputi kebijajakan dan program pemerintah, kedudukan hukum suatu komoditas atau barang, perizinan usaha, dll.

Dalam implementasinya analisis terhadap aspek-aspek kelayakan usaha seperti tersebut di atas merupakan satu kesatuan, dimana aspek-aspek kelayakan saling berhubungan satu dengan lainnya.  Analisis kelayakan usaha lebih jelas dapat dilihat pada skema berikut ini :
Skema Analisis Kelayakan Usaha Agribisnis


 





                                          Kesesuaiannnya?

 











 











A.     Pengertian dan Tujuan Analisis Finansial Usaha
Analisis finansial usaha adalah proses perhitungan tentang besarnya seluruh biaya (pengeluaran) yang diperlukan dalam suatu proses produksi, penerimaan dan pendapatan yang akan dan atau diperoleh dari produksi yang dapat dihasilkan dari usaha  tersebut.
Dengan demikian analisis finansial usaha mempunyai tujuan sebagai berikut :
1.  Untuk mengetahui besarnya jumlah modal yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha agribisnis dalam skala tertentu.
2.  Untuk mengetahui besar (proyeksi) keuntungan yang akan diperoleh.
3.  Untuk memperhitungkan resiko atau hambatan yang dihadapi dalam proses produksi, sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk menghindari kerugian
4.  Untuk melakukan kegiatan efisiensi biaya usaha dalam rangka meningkatkan pendapatan (keuntungan).
Agar dapat melakukan analisis finansial usaha agribisnis diperlukan kondisi atau prasyarat, sebagai berikut : 1) penguasaan teknologi agribisnis yang akan digunakan dalan proses produksi atau usaha, 2) tersedianya informasi dan data dari hasil pencatatan kegiatan suatu usaha, dan 3) penguasaan informasi dan data pasar barang atau jasa yang dihasilkan.

B.    Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha

Analisis finansial usaha dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1.  Menetapkan rencana atau skala produksi;
2.  Menghitung biaya (cost) usaha;
3.  Menghitung penerimaan (revenue) usaha;
4.  Menghitung pendapatan (income) usaha;
5.  Menghitung kelayakan usaha.

1.  Rencana produksi
Yang dimaksudkan dengan rencana produksi dalam hal ini adalah skala (volume) usaha dan jenis usaha yang akan dikerjakan.  Hal ini penting untuk dasar dalam perhitungan finansial lebih lanjut, semakin besar skala (volume) usaha akan semakin besar pula kebutuhan modal dan biaya usaha serta semakin komplek pengelolaan usaha dan resiko kecenderungan semakin besar.  Oleh karena itu penetapan rencana skala usaha dibutuhkan banyak pertimbangan baik secara teknis maupun ekonomis.
2.  Biaya usaha
Biaya usaha adalah seluruh pengeluaran dana (korbanan ekonomis) yang diperhitungkan untuk keperluan usaha.  Dalam praktek di agribisnis oleh masyarakat, yang dimaksud dengan biaya usaha hanyalah biaya yang secara riel atau cash dikeluarkan oleh pelaku usaha, sedangkan biaya yang tidak riel/cash dikeluarkan seperti biaya tenaga kerja rumah tangga, gaji petani selaku pengelola usaha, nilai sewa lahan usaha, dll tidak dihitung sebagai biaya usaha. Cara pandang seperti tersebut adalah tidak tepat karena akan mengakibatkan laba atau keuntungan usaha yang didapat oleh pelaku usaha hanyalah laba kotor. Demikian juga akan mengakibatkan hasil analisis kelayakan usaha (secar financial) menjadi tidak benar. Oleh karena itu dalam analisis finansial dalam rangka kelayakan usaha, biaya usaha haruslah dihitung seluruhnya, baik yang riel (cash/kontan) maupun yang tidak dikeluarkan petani,
Biaya usaha secara terinci meliputi :
a.  Investasi harta tetap.
b.  Biaya operasional usaha :
-  Biaya Usaha (= Biaya Tetap).
-  Biaya Pokok Produksi (= Biaya Tidak Tetap).

a.  Investasi Harta Tetap
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk investasi harta tetap. Harta tetap adalah sarana prasarana usaha yang mempunyai jangka usia ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
Misalnya : biaya pembangunan kandang, biaya peralatan, biaya sarana penunjang (seperti: sumur, drainase, pemasangan listrik, dll).
Di dalam analisis (perhitungan) biaya, investasi harta tetap dihitung nilai atau biaya penyusutan.
b.  Biaya Operasional Usaha
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk pelaksanaan proses produksi suatu usaha. Biaya operasional usaha dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1.  Biaya Usaha atau Biaya Tetap (Fixed Cost/FC)
Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tetap (konstan), tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Dengan demikian biaya usaha dapat diartikan sebagai Biaya Tetap (Fixed Cost).
Misalnya : biaya sewa tanah, tenaga kerja tetap, gaji pengelola, biaya penyusutan investasi.
2.  Biaya Pokok Produksi (Variable Cost/VC)
Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tidak tetap dan dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Dengan demikian biaya pokok produksi dapat diartikan sebagai Biaya Tidak Tetap (Variable Cost).
Misalnya : biaya bahan baku, bibit, pakan, obat2an, sewa alat, tenaga kerja tidak tetap (harian), bahan bakar, dll.

c.   Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan hanya diperhitungkan terhadap investasi harta tetap.  Biaya penyusutan yaitu biaya yang harus dikeluarkan dan diperuntukan sebagai pengganti investasi harta tetap, yang pada waktu tertentu tidak dapat digunakan lagi atau rusak. Karena biaya penyusutan diperhitungkan setiap tahun selama masa ekonomi suatu alat maka biaya penyusutan dihitung sebagai biaya tetap (biaya usaha).  Dalam analisis finansial biaya penyusutan dihitung sebagai biaya tetap.
Biaya penyusutan dihitung dengan rumus :


Text Box: Nilai Awal  -  Nilai Akhir
--------------------------------
Jangka Usia Ekonomis
 




d.  Total Biaya (Total Cost = TC)
Yaitu hasil penjumlahan dari Biaya Usaha (FC) + Biaya Pokok (VC).

3.  Penerimaan Usaha (Revenue = R)
Penerimaan usaha yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang diperhitungkan dari seluruh produk yang laku terjual. Dengan kata lain penerimaan usaha merupakan hasil perkalian antara jumlah produk (Q) terjual dengan harga (P). Hal ini dapat dimengerti bahwa produk yang dihasil oleh suatu usaha tidak semua dapat atau laku dijual yang dikarenakan misalnya Rusak atau cacat, dikonsumsi sendiri.


Text Box: Penerimaan (R) = Q x P
 



Harga (P) yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pasar.  Misalnya seorang peternak dalam periode tertentu dapat menjual produk sebagai berikut :

Jenis produk
Volume
Harga Satuan
Jumlah
Sapi Bibit
2 ekor
4.500.000
9.000.000
Sapi Potong
3 ekor
6.000.000
18.000.000
Pupuk Kandang
5.000 kg
1.000
5.000.000
Total Penerimaan
32.000.000


4.  Pendapatan Usaha (Income = I)
Yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang diperoleh pelaku usaha, setelah Penerimaan (R) dikurangi dengan seluruh biaya atau Total Biaya (TC). Oleh karena itu pendapatan usaha disebut juga sebagai Laba Usaha.


Text Box: I = R – TC
 



Pendapatan atau Laba Usaha dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :
a.  Pendapatan / Laba Kotor
Adalah penerimaan usaha dikurangi biaya pokok produksi atau biaya tidak tetap.
b.  Pendapatan / Laba Usaha
Adalah Laba Kotor dikurangi Biaya Usaha dan Biaya Penyusutan.


Text Box: Laba Usaha = Laba Kotor – (Biaya Usaha + Biaya Penyusutan)
 



c.   Pendapatan / Laba Bersih (Benefit)
Adalah Laba Usaha yang telah dikurangi dengan pajak-pajak, bunga bank, dan pajak lain yang berlaku.


Text Box: Laba Bersih = Laba Usaha – (Pajak + Bunga Bank)
 



C.    Harga Pokok Produksi (HPP) dan Harga Jual Produksi (HJP)
Membahas tentang harga suatu produk yang dalam kenyataan sehari-hari terdapat harga pasar, harga pokok produksi dan harga jual produksi. Harga pasar adalah harga suatu barang yang dihasilkan dari mekanisme pasar tertentu. Harga pokok produksi (HPP) merupakan harga suatu barang yang dapat ditentukan dan dikontrol oleh produsen. Sedangkan harga jual produksi (HJP) merupakan harga suatu barang yang diharapkan oleh produsen untuk mendapatkan keuntungan (maksimal) dengan memper-timbangkan faktor-faktor ekonomi. Penetapan HPP dan HJP adalah sangat penting dalam rangka pemasaran produk.

1.  Harga Pokok Produksi (HPP)
Mengetahui HPP suatu produk, bagi seorang produsen adalah sangat penting. Berdasarkan HPP akan dapat ditetapkan HJP dalam memproyeksikan besarnya laba yang akan diperoleh. Juga berdasarkan HPP dapat memperhitungkan Titik Pulang Pokok (Break Even Point atau BEP) dalam rangka menganalisis kelayakan usaha.
Harga Pokok Produksi (HPP) adalah adalah besarnya nilai korbanan (biaya) yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produk tertentu. Dengan demikian maka HPP dapat dihitung dengan cara membagi Total Biaya dengan Jumlah Produk yang dihasilkan.


Text Box:              Total Biaya (TC)
HPP = --------------------------
           Jumlah Produk (Q)
 

2.  Harga Jual Produksi (HJP)
HPP adalah harga suatu barang yang ditetapkan oleh produsen untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Penetapan HPP oleh produsen dimaksudkan untuk menghindari kerugian dengan mendapatkan keuntungan yang layak serta untuk mengetahui Titik Pulang Pokok (Break Event Point/BEP).
Secara sederhana penetapan HJP dengan cara HPP ditambah dengan prosesentase keuntungan tertentu.


Text Box: HJP = HPP + (% Keuntungan x HPP)
 



Penetapan besarnya persentase keuntungan  menggunakan beberapa pertimbangan antara lain tingkat suku bunga bank, sifat-sifat produk (barang), kondisi penawaran dan permintaan barang, kewajaran tingkat keuntungan, dll.
Dalam kondisi nyata HJP dapat menyesuaikan dengan tingkat harga pasar. Pada kondisi pasar sempurna HJP yang lebih tinggi dari harga pasar mengakibatkan barang tidak laku dijual, sebaliknya bila HJP jauh dibawah harga pasar berakibat kepada berkurangnya keuntungan atau laba.

D.    Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha penting dilakukan oleh seorang produsen guna menghindari kerugian dan untuk pengembangan serta kelangsungan usaha. Secara finansial kelayakan usaha dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa indikator pendekatan atau alat analisis, seperti menggunakan Titik Pulang Pokok (Break Event Point/ BEP), Revenue-Cost ratio (R/C ratio), Benefit-Cost ratio (B/C ratio), Payback Period, Retur of Investment, dll.
Pada usaha skala kecil (mikro) disarankan paling tidak menggunakan BEP dan R/C ratio atau B/C ratio sebagai alat analisis kelayakan agribisnis.

1.  Titik Pulang Pokok (Break Event Point/BEP)
BEP adalah situasi dimana suatu usaha tidak mendapatkan keuntungan tetapi juga tidak menderita kerugian usaha.
Ditinjau dari sisi pengelola, situasi BEP bukan berarti merugi secara keuangan, hanya saja dari segi waktu mereka rugi karena waktu selama produsi (usaha) tidak memperoleh pendapatan lebih sebagai keuntungan usaha.
Ada 2 (dua) pendekatan penetapan BEP, yaitu :
a.  BEP Unit
Yaitu jumlah produksi (unit) yang dihasilkan dimana produsen pada posisi tidak rugi dan tidak untung. Dengan kata lain BEP satuan menjelaskan jumlah produksi minimal yang harus dihasilkan oleh produsen.


Text Box:                       Total Biaya
BEP Unit = -------------------------
                Harga Jual per unit
 




Ilustrasi :
Misalnya diketahui hasil perhitungan BEP Unit = 10 unit.  Maka apabila produsen memproduksi kurang dari 10 unit, maka akan rugi atau tidak layak, sebaliknya bila produksi lebih dari 10 unit, akan diperoleh keuntungan atau layak.
b.  BEP Harga
Yaitu tingkat atau besarnya harga per unit suatu produk yang dihasilkan produsen pada posisi tidak untung dan tidak rugi.  Dengan kata lain BEP harga menjelaskan besarnya harga minimal perunit barang yang ditetapkan produsen.  Dari pengertian ini maka besaran BEP harga besaran nilainya sama dengan besaran HPP.


Text Box:                       Total Biaya
BEP Harga = ----------------------
                  Jumlah Produksi
 




Ilustrasi :
Misal, diketahui hasil perhitungan BEP harga = Rp. 10,-. Maka apa bila produsen memproduksi dengan HPP kurang dari Rp. 10,-, maka akan rugi atau tidak layak, sebaliknya bila HPP lebih besar dari Rp. 10,-, akan diperoleh keuntungan atau layak.


2.  R/C Ratio
R/C ratio adalah besaran nilai yang menunjukan perbandingan antara Penerimaan usaha (Revenue = R) dengan Total Biaya (Cost = C).  Dalam batasan besaran nilai R/C dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak menguntungkan.  Secara garis besar dapat dimengerti bahwa suatu usaha akan mendapatkan keuntungan apabila penerimaan lebih besar dibandingkan dengan biaya usaha.
Ada 3 (tiga) kemungkinan yang diperoleh dari perbandingan antara Penerimaan (R) dengan Biaya (C), yaitu : R/C = 1;  R/C > 1 dan  R/C < 1.
Namun demikian oleh karena adanya unsur keuntungan sebesar 0,3 maka  analisis kelayakan dari R/C ratio adalah :
a.  R/C > 1,3 = Layak / Untung
b.  R/C = 1,3 = BEP
c.   R/C < 1,3 = Tidak Layak / Rugi.

3.  B/C Ratio
B/C ratio adalah besaran nilai yang menunjukan perbandingan antara Laba Bersih (Benefit = B) dengan Total Biaya (Cost = C).  Dalam batasan besaran nilai B/C dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Oleh karena adanya unsur keuntungan sebesar 0,3 maka analisis kelayakan dari B/C ratio adalah :
a.  B/C > 0,3 = Layak / Untung
b.  B/C = 0,3 = BEP
c.   B/C < 0,3 = Tidak Layak / Rugi.

4.  Payback Period
Payback period adalah kemampuan suatu perusahaan didalam mengembalikan semua modal/investasi yang ditanam. Payback Period dinyatakan dalam satuan waktu, misal bulan atau tahun.
Payback period digunakan sebagai salah satu pertimbangan yang melengkapi dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, karena dari payback period dapat diketahui jangka waktu pengembalian seluruh modal investasi.  Semakin pendek waktu pengembalian maka semakin layak suatu usaha, hal ini berarti pula karena semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan.


Text Box:                                    Investasi Harta Tetap
Payback Period = -------------------------------------
                             (Laba Bersih + Penyusutan)
 


Ilustrasi :
Misalnya hasil hitungan payback periode didapatkan nilai 2, berarti suatu usaha mampu mengembalikan modal investasi dalam jangka waktu 2 tahun, dan seterusnya.

Guna mempermudah analisis finansial, maka didalam perhitungan biaya, penerimaan, dan pendapatan usaha dapat menggunakan bantuan tabel / instrumen analisis finansial yang terdiri dari : 1) Analisis Modal dan 2) Proyeksi Laba Rugi, sebagai berikut :




Tabel / Instrumen Analisis Finansial

a.     Analisis modal

Rencana produksi   :
Tujuan usaha      :
Volume (jumlah) :

No.
URAIAN
Volume
Harga Satuan
Jumlah Harga
A.
INVESTASI HARTA TETAP




1. Bangunan




2. Peralatan




3. Sarana pendukung




Total Investasi Harta Tetap



B.
BIAYA OPERASIONAL




1. Biaya Pokok  (Biaya Tidak Tetap)




1.1. ...................




1.2. ...................    




1.3. ...................




1.4. ...................




Total Biaya Produksi




2. Biaya Usaha (Biaya Tetap)




2.1. Gaji pengelola




2.2. Gaji Tenaga Kerja Tetap




2.3. Sewa tanah




Dst.................




Total Biaya Usaha




TOTAL BIAYA OPERASIONAL (1+2)





b.     Sumber dana
1)    Modal sendiri          : Rp.
2)    Modal bantuan       : Rp.           (untuk diusulkan melalui kelompok ke gapoktan agar dapat didanai dari dana BLM PUAP)

PROYEKSI LABA-RUGI


No.
Uraian
Jumlah
RENCANA PRODUKSI
....... Ekor/Ha/Unit
A.
PENERIMAAN (hasil penjualan)


1. ...................... x Rp.
Rp

2. ...................... x Rp.
Rp

3. ...................... x Rp.
Rp

JUMLAH PENERIMAAN
Rp
B.
BIAYA POKOK PRODUKSI


1. ......................
Rp

2. ......................
Rp

3. ......................
Rp

4. ......................
Rp

5.            dst
Rp

JUMLAH BIAYA POKOK PRODUKSI
Rp
C.
LABA KOTOR (A – B)
Rp
D.
BIAYA USAHA


1. Gaji pengelola
Rp

2. Gaji tenaga kerja tetap
Rp

3. Sewa tanah
Rp

4. dst
Rp

JUMLAH BIAYA USAHA
Rp

Biaya Penyusutan Investasi Harta Tetap
Rp

TOTAL BIAYA USAHA Setelah Penyusutan
Rp
E.
TOTAL BIAYA (B + D)
Rp
F.
LABA USAHA (C – D)
Rp
G.
BUNGA BANK (Kredit)
Rp
H.
LABA SEBELUM PAJAK (F – G)
Rp
I.
PAJAK PENGASILAN (ppH), DLL
Rp
J.
LABA BERSIH (H – I)
Rp










STUDY KASUS

Di suatu desa Ketindan, kecamatan Lawang, kabupaten Malang ada seorang petani yang bernama pak Yit, menanam padi seluas 1 Ha di sawah irigasi. Biaya yang dihabiskan :
1. Sewa tanah                                                                                  : Rp.   500.000
2. Pajak sawah                                                                                 : Rp.    15.000
3. Bunga modal                                                                                : Rp.   100.000
4. Bibit padi varietas Ciherang 40 kg @ Rp. 5.000                    : Rp.   200.000
5. Saprodi :
    a. 250 kg Urea @ Rp. 1.600                                                       : Rp.   400.000
    b. 100 kg Ponska @ Rp. 2.300                                                  : Rp.   230.000
    c. Obat-obatan/pestisida                                                             : Rp.   200.000
6. Pengolahan tanah                                                                      : Rp 2.100.000
7. Biaya tanam :
    a. 30 orang setara wanita @ Rp. 15.000                                 : Rp.   450.000
    b. 5 orang setara laki-laki @ Rp. 25.000                                  : Rp.   125.000
8. Penyiangan 20 orang setara wanita @ Rp. 15.000              : Rp.   300.000
9. Biaya pemeliharaan dan pengawasan                                               : Rp.   150.000
10. Biaya panen :

      a. 25 orang setara wanita @ Rp. 15.000                               : Rp.   375.000
      b. 10 orang setara laki-laki @ Rp. 25.000                              : Rp.   250.000
                                                            JUMLAH                                : Rp.5.395.000,-

Hasil produksi yang dihasilkan seluas 1 Ha tanaman padi sebanyak 6.200 kg (6,2 Ton). Sedangkan dijual di toko sewaktu panen seharga Rp. 2.500/kg.









PERTAYAAN
 
Hitunglah :
1. Biaya Usaha
2. Penerimaan usaha
3. Pendapatan usaha
4. R/C Ratio
5. B/C Ratio


JAWABAN  


1. Biaya usaha                                                         : Rp. 5.395.000
2. Penerimaan usaha                                             : 6.200 x Rp. 2.500 = Rp. 15.500.000
3. Pendapatan usaha                                             : Rp. 15.500.000 – 5.395.000
                                                                                    = Rp 10.105.000
4.  R/C Ratio                                                             : Rp.15.500.000,-   = 2,87
                                                                                      RP. 5.395.000,-
                                                                                     
  Keterangan : R/C
a.R/C > 1,3 Layak
b.R/C = 1,3 BEP
c.R/C < 1,3 Tidak layak

5. B/C Ratio   : Rp.10.105.000,-      = 1,87